Koperasi didefinisikan sebagai lembaga ekonomi yang melakukan aktivitas secara mandiri atas dasar kebutuhan dan kepentingan bersama dengan tujuan efisiensi usaha berdasarkan prinsip-prinsip: keanggotaannya yang terbuka (open membership), setiap anggota memiliki hak atau suara yang sama, dan usaha koperasi sebesar-besarnya untuk kepentingan anggota.
Secara teoretis, koperasi memiliki keunggulan yang tidak dimiliki lembaga usaha lainnya, seperti dikemukakan Roger Spear (2000) dalam artikelnya, "The cooperative advantage." Pertama, koperasi efektif dalam mengatasi distorsi pasar (market failures), termasuk krisis ekonomi. Kedua, koperasi merupakan lembaga usaha yang transparan melalui mekanisme rapat anggotanya. Ketiga, koperasi memungkinkan anggotanya yang berekonomi lemah untuk juga dapat berusaha. Keempat, koperasi dijamin kelestariannya karena setiap anggota mempunyai komitmen dan tanggung jawab yang sama. Kelima, koperasi memiliki keuntungan dalam memanfaatkan sumber dayanya secara efektif dan efisien. Keenam, koperasi memiliki kemampuan membangun masyarakat, khususnya dalam hal penyediakan fasilitas ekonomi dan sosial yang secara sendiri-sendiri sulit untuk dipenuhi.
Koperasi bukan suatu bentuk monopoli, sebab koperasi bukan suatu bentuk konsentrasi dan sentralisasi kekuatan ekonomi yang didominasi oleh seseorang atau keluarga-keluarga kaya, seperti yang telah terjadi di Philipina, Muangthai dan Malaysia yang diikuti oleh Indonesia.
Koperasi sebenarnya adalah suatu organisasi modern pasca kapaitalis. Salah satu prasyarat perkembangan koperasi adalah kesadaran masyarakat yang tinggi, baik segi-segi negatif dari sistem kapitalis maupun sosialis. Kesadaran itu adalah kesadaran yang disertai pengertian tentang bekerjanya suatu sistem ekonomi dan prinsip-prinsip bekerjanya organisasi koperasi. Dalam masyarakat kapitalis maju yang telah mencapai tahap industrial, kesadaran itu mudah diperoleh, karena tingkat pendidikan yang sudah tinggi. Hambatannya terletak pada sistem ekonomi yang telah mapan di bawah dominasi kekuasaan elit yang kuat. Tapi di antara golongan kelas menengah atau kelas petani yang relatif lebih bebas dari pengaruh birokrasi pemerintahan dan struktur bisnis modern perkotaan, kesadaran itu lebih mudah ditimbulkan.
Di Indonesia, kapitalisme juga telah mulai berkembang dengan dukungan sistem kelembagaannya yang menjadi kuat berkat dukungan keuangan pemerintah dan perlindungan birokrasi negara. Wajah monopoli mulai tampak makin jelas di seluruh sektor perekonomian, baik di sektor modern dan tradisional, di desa maupun di kota. Tapi monopoli bukan satu-satunya wajah perekonomian Indonesia dewasa ini. Wajah yang sebenarnya adalah wajah yang dualistis, yang satu adalah wajah monopoli dan oligopoli, sedangkan yang lain adalah wajah atomistis yang terdiri dari pengusaha-pengusaha kecil, petani-petani gurem dan pekerja-pekerja swakarya. Dalam pola pertumbuhan ekonomi yang terjadi sekarang, mereka mengalami proses marginalisasi dan informalisasi. Di satu sisi pihak keadaan ini memberi gambaran yang suram, tapi di lain segi kita melihat potensi perkembangan koperasi di dalamnya.
Masalahnya adalah, sektor yang atomistis itu terdiri dari anggota masyarakat yang rendah tingkat pendidikan serta kesadaran dan pengetahuannya tentang cara berkoperasi. Di samping itu koperasi juga menghadapi saingan dari sektor swasta dan negara yang lebih efisien dan kuat keuangannya. Nilai-nilai paternalistis ikut pula menciptakan iklim budaya yang kurang menguntungkan bahkan menghambat kesadaran berkoperasi. Di sini peranan organisasi gerakan koperasi sekunder sangat penting dan strategis. Juga peranan kaum intelektual yang aktif dalam kegiatan pengembangan swadaya masyarakat.
Dalam rangka pengembangan perlu dibedakan antara potensi koperasi di sektor modern dan tradisional. Di sektor tradisional, bisa dilakukan pembinaan dan pembentukan kelompok-kelompok kerja produktif yang sekaligus melayani kebutuhan atau memecahkan persoalan sehari-hari. Kelompok produsen rumah tangga yang menghasilkan gula kelapa umpamanya, yang menghadapi persoalan dalam pengaturan skedul konsumsi, dapat dibantu dengan program kredit candak kulak dan dari itu para anggota bisa diarahkan kepada kegiatan simpan pinjam, sambil dilakukan kegiatan pendidikan berkoperasi dalam bahasa sehari-hari. Di sinilah KUD bisa memerankan fungsi yang penting. Dana simpanannya dapat dimanfaatkan untuk membantu sektor-sektor kegiatan yang lemah. Tapi di sini kegiatan usaha di sektor utamanya perlu disukseskan terlebih dahulu, sehingga dapat dihimpun dana yang apabila diputarkan sebagai kredit candak kulak dengan tingkat bunga di bawah tingkat bunga pembunga uang, dapat merupakan usaha yang cukup ”menguntungkan” dan sekaligus bermanfaat bagi produsen gula kelapa. Apabila berbagai kegiatan usaha di tingkat desa itu diperhatikan, maka KUD dapat memperoleh skala usaha ekonomi yang cukup menguntungkan dan menjadi modal bagi perkembangan selanjutnya.
Di sektor modern, dapat diambil umpamanya, bidang distribusi berbagai jenis minyak bumi. Para konsumen bensin di kota-kota, dapat membentuk koperasi konsumsi yang sangat menguntungkan. Apabila usaha ini berhasil, maka kegiatan ini dapat dijadikan titik-tolak atau modal bagi pengembangan koperasi selanjutnya. Dalam perspektifnya dapat dilihat kemungkinannya untuk melakukan kerjasama di antara koperasi-koperasi primer pompa bensin untuk membentuk badan usaha baru. Di Kanada umpamanya, kerjasama di antara 17 koperasi energi dan koperasi simpan pinjam (credit union), dapat membentuk badan usaha yang beroperasi dalam pengeboran sumber minyak dan gas bumi. Pada masa sebelumnya, usaha semacam ini di AS dapat dikuasai oleh orang semacam Rockefeller yang memegang monopoli. Perusahaan semacam ini kini menguasai monopoli nasional dan berekspansi ke luar negeri termasuk ke Indonesia. Di masa depan perlu dipikirkan untuk mengembangkan pola lain, yaitu membentuk perusahaan besar modern dari modal koperasi konsumsi bahan-bahan gas dan minyak bumi.
Dalam situasi seperti yang ada sekarang di Indonesia, peranan pemerintah sangat menentukan . Koperasi semacam koperasi pompa bensin itu dapat didorong untuk dibentuk setahap demi setahap. Dalam bidang ini kita bisa memperoleh anggota di antara mereka yang berpendidikan dan cukup memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang koperasi, yaitu para pemilik kendaraan, termasuk para pejabat pemerintah dan kalangan bisnis di kota. Dengan potensi ekonomi semacam itu, proses pembentukan modal dari bawah akan dapat secara cepat dilaksanakan, yaitu modal yang berasal dari kelompok konsumen yang jumlahnya besar dan nilai kebutuhannya juga besar, guna menggantikan pola pembentukan modal monopoli dan oligopoli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar